Di akhir bulan Oktober, tepatnya pada tanggal 28, Sanggar Madani Village yang berada di bawah naungan Prodi SAA menyelenggarakan Seminar bertajuk Capacity Building on Interreligious Literacy: Understanding Others and Being Understood. Seminar yang didukung oleh KAICIID (King Abdulllah bin Abdul Aziz International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue) ini menghadirkan dua narasumber dengan pengalaman dan keilmuan dalam bidang literasi keagamaan. Narasumber pertama merupakan seorang Pastur di Gereja Bethel Indonesia Maranatha Kaliori Banyumas, Ps. Ferry Mahulette, S.Th. Sedangkan narasumber kedua adalah perwakilan Gusdurian Jawa Timur yang bernama Muh. Kholid Ismatulloh, M.Ag.

Kegiatan seminar dimulai dengan sambutan dari berbagai tiga pihak yakni Ketua Sanggar Madani Village, Alif Riscahya Mahardika; pembina sanggar, Affaf Mujahidah, S.Th.I., M.A., dan dibuka oleh Kajur Studi Agama-Agama dan Tasawuf Psikoterapi, Waliko, M.A. dalam sambutannya, Alif menyampaikan betapa pentingnya perjumpaan antar agama dikenalkan pada para mahasiswa. Ia menambahkan bahwa Ia merasa beruntung menjadi bagian dari Studi Agama-Agama yang menciptakan ruang perjumpaan tersebut dengan cara yang menyenangkan. Affaf Mujahidah, sebagai pembina sanggar menyoroti bagaimana selama ini narasi dalam pembelajaran agama-agama di Indonesia selalu dilakukan dengan perspektif monoreligious yang menimbulkan sikap eksklusifisme dan seringkali menimbulkan prasangka buruk bagi agama lain. Menurutnya, penerapan pendekatan interreligious yang menekankan narasi tentang agama menurut penganutnya adalah pendekatan ideal yang harus diterapkan di tingkat pendidikan tinggi. Sedangkan Waliko, M.A. menekankan pada perlunya penciptaan ruang antaragama yang harmonis sehingga memunculkan kesadaran bahwa beragama adalah sama dengan menciptakan perdamaian.

Pemaparan materi yang diawali oleh Pastur Ferry Mahulette, S.Th. yang merupakan civitas akademika dari Center for Religious and Cross Cultural Studies Universitas Gadjah Mada. Pastur Ferry, panggilan akrabnya, menceritakan pengalamannya bagaimana Ia tumbuh dengan prasangka buruk terhadap agama lain. Namun, prasangka-prasangka tersebut perlahan-lahan hilang setelah Ia berjumpa secara langsung dengan para penganut agama lain dan melakukan dialog secara terbuka. Pastur Ferry juga menambahkan pentingnya bagi para penganut agama untuk membuka diri dan memberikan kesempatan bagi agama lain untuk menjelaskan dirinya dengan sikap jujur.

Senada dengan pemateri pertama, pemateri kedua, Muh. Kholid Ismatulloh, M.Ag. yang merupakan alumni prodi Studi Agama-Agama dari Surabaya menyatakan hal yang serupa. Ia mencontohkan bagaimana ruang perjumpaan antar agama yang ada di almamaternya diciptakan melalui cara yang resiprokal atau ketersalingan. Menurutnya, hal inilah yang akan berkontribusi dalam penciptaan kehidupan yang harmonis antaragama di Indoensia. Ia juga menekankan bagaimana sikap beragama yang moderat menjadi salah satu kunci terciptanya potensi kehidupan harmonis. Kholid, kemudian mengajak para peserta untuk belajar melakukan dialog dengan menggunakan board game Dialogo yang diciptakan oleh KAICIID (King Abdulllah bin Abdul Aziz International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue). Ia mengajak enam peserta untuk melakukan game dialogue dengan cara yang menyenangkan. Masing-masing peserta diminta membacakan instruksi dalam kartu yang diperoleh dan menceritakan cerita sesuai instruksi dalam kartu. Acara ini ditutup melalui dialog interaktif dari para peserta.

Seminar sanggar Madani Village ini terbukti sukses dengan kehadiran peserta yang melebihi kuota peserta awal. Para peserta pun berasal dari berbagai institusi yang berbeda seperti mahasiswa berbagai prodi di UIN SAIZU, mahasiswa dari berbagai universitas di Purwokerto, Jemaah Ahmadiyah Indonesia, penghayat kepercayaan, penganut kristen, penganut buddha, hingga penganut Konghucu. Beberapa dosen di lingkungan UIN Saizu dan universitas lain turut meramaikan acara seminar ini.

Leave a Comment